BEDAH BUKU DAN STUDIUM GENERALE HIMASIGARA 2018

Himpunan Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara (HIMASIGARA) Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta (FIS UNY) selenggarakan event tahunan Bedah Buku dan Studium Generale pada hari Jumat (16/11/2018). Kegiatan yang dilaksanakan di Ruang Ki Hajar Dewantara FIS UNY tersebut mengusung tema “Peran Pemuda dalam Kancah Politik Indonesia”. Adapun pembicaranya adalah Wasisto Raharjo S.I.P (Pusat Penelitian Politik LIPI) dan Ahmad Zakarya S.I.P(Mahasiswa Ilmu Hukum UII dan direktur eksekutif Institute of Integrity) sedangkan pembedah buku adalah Arya Prasetya S.Sos, M,Si dan Mita Safir (Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara FIS)

Menurut ketua panitia penyelenggara, Robby Izzata Rahmadi, kegiatan tersebut dilaksanakan dalam rangka mengasah daya kritis mahasiswa.khusunya mahasiswa Ilmu administrasi negara FIS UNY terhadap perkembangan politik negara dengan masalah yang terjadi belakangan ini serta mengasah daya solutif melalui bidang kepenulisan.

Wasisto, pada kesempatan tersebut, memaparkan tentang “Pemuda dalam Konteks Politik Indonesia (1908-sekarang)”. Ia membagi linimasa kiprah politik pemuda di Indonesia menjadi tiga periode yaitu angkatan muda era kolonialisme Belanda (1908 dan 1928); gerakan mahasiswa era pergolakan rezim (1966, 1974, 1998); serta volunatarisme dan aktivisme “Klik” di era sosial media (2010-sekarang). Pada rentang 1908-1949, tumbuh nasionalisme Jawa ke Indonesia. Salah satunya adalah munculnya kebangkitan nasional tahun 1908 yang ditandai dengan nasionalisme pribumi priyayi Jawa oleh Boedi Oetomo. Selain itu, beberapa gerakan pemuda yang menjadi tonggak penting kiprah politik pemuda antara lain adanya sumpah pemuda 1928, munculnya Indonesische Vereeniging yang merupakan embrio diplomasi anak muda di dunia internasional, dan penculikan Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok yang merupakan upaya pemuda pada 15 Agustus 1945 untuk memastikan kemerdekaan Indonesia. “Sementara itu, gerakan mahasiswa dari 1966-1998 salah satunya ditandai dengan munculnya gerakan intelektualisme kampus, kooptasi politik nasional, dan situasi transnasional” imbuhnya.

Pada era sosial media, lanjut Wasisto, muncul aktivisme “Klik”. Munculnya aktivis “Klik” di kalangan pemuda menandakan babak baru dalam kiprah dan partisipasi politik pemuda dewasa ini. Daripada berdemonstrasi, mereka lebih memilih berpetisi, daripada unjuk rasa mereka lebih memilih unjuk gigi dengan aktif di sosial media. Ia menambahkan bahwa secara sosiologis, pemuda hari ini adalah digital native yang gandrung dengan sosial media dan informasi yang melimpah ruah sedangkan secara psikologis, pemuda hari ini berpikir praktis/instan, berorientasi hasil daripada proses, berbicara riil daripada abstrak.

Pada akhir presentasinya, Wasisto mengajak para pemuda untuk tidak menjadi aktivis NATO (No Action Talk Only) namun para pemuda perlu terjun langsung dalam masyarakat. Selain itu, penguatan kerja sosial perlu diterapkan agar pemuda memiliki kepekaan politik sehingga tidak terjebak pada romantika masa lalu dan heroism. “Berkontribusi bagi negeri tidak harus menjadi PNS maupun Anggota DPR, politik pemuda bisa disalurkan melalui kegiatan lain misalnya bakti sosial dan lain sebagainya” pungkasnya (Eko)

Label Berita: